Konsep Pilihan
Manusia
adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Tuhan untuk berbuat kebaikan di
bumi ini. Manusia jika diibaratkan secangkir gelas, akan berwarna bening jika
diisi air yang bening begitu juga sebaliknya. Memang sebuah pengibaratan yang
benar, namun pengibaratan ini akan lebih cocok ditujukan kepada orang-orang
yang belum mendapatkan pedoman yang tepat dalam menyikapi hidup. Orang-orang
tersebut masih dalam tahap pencarian jati diri, mereka akan senantiasa
membukakan pikiran lebar-lebar untuk dapat menampung pengaruh-pengaruh dari lingkungan
di sekitar mereka. Jika ada hal-hal yang cocok dengan hati, mereka akan terima
dan akan bertingkah laku sesuai dengan baik buruknya hal tersebut. Mereka akan
menempatkan hal tersebut dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Beruntung jika
hal yang didapatinya merupakan hal yang baik maka sifat-sifat dan perilakunya
juga senantiasa akan membaikkan dirinya sehingga jika dituangkan air bening
lebih banyak lagi ia akan semakin bening dan akhirnya memutih. Namun jika hal
yang didapatinya buruk maka sifat dan perilakunya pun akan senantiasa menolak
sifat-sifat baik yang akan datang. Jika orang-orang ini telah menemukan pedoman
mereka, mereka akan memegang teguh keyakinan tersebut. Jika dianalogikan dalam
gelas, gelas yang tadinya kosong, telah diisi dan sekarang telah dapat
menentukan pilihannya, mau berwarna bening atau hitam. Mengapa gelas tersebut
dapat menentukan pilihan? Ya, karena
manusia mempunyai sebuah sistem bernama pikiran yang dapat menentukan
pilihannya. Sehingga jika isi dalam
gelas tersebut dibuang, masih ada sisa-sisa air yang membekas yang menandakan
eksistensi terhadap pilihan tersebut.
Gelas yang berada tahap ini (sudah menemukan warnanya) selanjutnya akan memiliki tutup gelas sehingga tidak mudah dimasuki pengaruh lagi. Namun jika manusia tersebut masih belum yakin akan pilihannya, maka ia akan terus membukakan pikirannya seperti gelas yang terus dibiarkan terbuka. Karena pada dasarnya sisi negatif dan positif dalam diri manusia sudah ada sejak lahir (pilihan sudah ada dalam gelas), tinggal manusia menentukan mau jadi yang mana dengan ditunjang lingkungan yang turut mempengaruhinya (cairan yang mengisi gelas).
Gelas yang berada tahap ini (sudah menemukan warnanya) selanjutnya akan memiliki tutup gelas sehingga tidak mudah dimasuki pengaruh lagi. Namun jika manusia tersebut masih belum yakin akan pilihannya, maka ia akan terus membukakan pikirannya seperti gelas yang terus dibiarkan terbuka. Karena pada dasarnya sisi negatif dan positif dalam diri manusia sudah ada sejak lahir (pilihan sudah ada dalam gelas), tinggal manusia menentukan mau jadi yang mana dengan ditunjang lingkungan yang turut mempengaruhinya (cairan yang mengisi gelas).
Konsep Manusia
Bertuhan
Nah,
manusia yang telah memperoleh pedoman hidup yang dianggapnya benar akan
senantiasa berperilaku sesuai dengan pedoman hidupnya, sulit sekali untuk membuka
tutup gelasnya lagi. Manusia yang telah sampai dalam tahapan ini dihadapkan
pada dua pilihan yakni tetap bertahan dengan
pilihannya atau masih terbuka lagi
dengan pilihan-pilihan selanjutnya namun ada filter sebagai penyaring. Nah,
konsep yang akan dikenalkan berikut ini adalah konsep manusia yang bertuhan. Sebab
tak ada cara lain yang dapat menyelamatkan hidup seorang manusia selain dengan
bertuhan, patuh terhadap segala ketentuannya, karena Dialah yang berwenang
dalam mengatur hidup dan mati kita.
Untuk itu, dalam menjalani kehidupan,
manusia harus senantiasa mengingat Penciptanya agar selalu diberikan petunjuk dan
diperingatkan jika berbuat kesalahan. Kebenaran dalam hidup ini hanyalah milik
orang-orang yang telah memilih kebaikan dalam hidupnya yang rela meninggalkan
pilihan-pilihan buruk yang dulu menjeratnya. Orang-orang tersebut mencoba untuk
melakukan sebaik-baiknya proses bertuhan, sehingga ia hanya akan berbuat yang
baik saja, berkata baik, mengurusi hal yang baik, dan mendengarkan yang baik.
Sedangkan seseorang yang memilih warna hitam dalam menjalani kehidupannya, jika
dianalogikan akan seperti gelas yang tertutup yang hanya akan membuka jika dimasuki
warna yang sama saja, sehingga ia akan berwarna semakin hitam, dan jika
dimasuki warna kebalikannya maka ia akan senantiasa menutup. Orang-orang ini
dapat kembali lagi pada kebaikan jika dihidayahi oleh Sang Maha Pencipta kesempatan
untuk membukakan kembali pikirannya (tutup gelasnya). Sehingga yang tadinya hitam dapat berubah menjadi bening karena
kehendak-Nya. Dan pada dasarnya tidak ada orang yang abu-abu, adanya orang
yang hitam atau putih. Terlihat dari perilakunya yang mencenderungkan dirinya
untuk berbuat sesuai warna yang ia sukai. Sehingga kesimpulan yang dapat
diambil disini adalah tetap bertuhanlah apa pun warna pilihanmu. Karena Tuhan
hanya akan mengunci mati hati dan pikiran umatnya yang Ia kehendaki saja. Hanya dengan bertuhan (membiarkan gelas
tetap terbuka), gelas yang tadinya hitam dapat kembali bening jika dimasuki air
yang bening sedangkan gelas yang bening akan tetap berwarna bening meskipun telah
dimasukkan air berwarna keruh karena gelas tersebut telah memiliki filter yang
dapat membuat gelas tersebut tidak berwarna seperti yang tidak ia harapkan.
Konsep Air
yang Bening
Selanjutnya,
manusia diharuskan senantiasa berpikir agar
dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari kejadian-kejadian yang dialami dalam
hidupnya. Seseorang yang telah memilih kebaikan akan dikenakan dua pilihan oleh
Sang Pencipta, yakni bertahan dengan kebaikan tersebut atau berpikir terbuka
dengan memasukkan konsep kebaikan lainnya yang belum diketahuinya. Orang dengan
pilihan pertama biasanya akan menganggap pedoman hidupnyalah yang paling benar
sehingga akan menutup datangnya kebaikan-kebaikan lain yang dapat lebih
membaikkan dirinya. Orang seperti ini
sebenarnya belum sepenuhnya memilih kebaikan sebab terkandung potensi-potensi
yang dapat menjadikan warna pilihannya menjadi menghitam karena sifat tertutup
yang dimilikinya. Jika dianalogikan, orang ini seperti gelas yang telah
berisi air bening namun masih dalam kondisi tertutup. Jika orang-orang ini
masih dihidayahi oleh Sang Maha Pencipta untuk berubah, maka pasti mereka akan
ditunjukkan kebenaran tersebut melalui jalan-jalan yang sudah diatur oleh Sang
Maha Pencipta, entah melalui berbuat salah ataupun melalui pikiran yang
dibukakan langsung oleh Sang Pencipta. Orang
yang sudah disadarkan karena kesalahannya, perlahan-lahan akan membukakan
pikirannya seperti tutup gelas yang membuka sedikit-sedikit, mau mendengarkan
kebaikan-kebaikan sehingga dirinya akan menjadi baik lagi.
Subkonsep: Pribadi yang Baik
Sedangkan
orang dengan pilihan kedua akan selalu menggunakan pikirannya dalam menyikapi
setiap kejadian yang dialaminya. Orang tersebut sedang ingin mencapai
tingkatan-tingkatan yang lebih baik lagi dalam bertuhan. Sehingga jika diibaratkan
sebagai sebuah gelas, merupakan gelas terbuka yang berisi air bening dan di
atasnya diberi saringan sehingga dapat menyaring warna yang keruh. Orang dengan
tipe ini tidak lagi menggantungkan hidupnya kepada orang lain, melainkan hanya kepada
Tuhan karena ia tahu Tuhanlah yang dapat menolongnya. Orang-orang dengan tahapan
ini akan berusaha meninggalkan hal-hal yang buruk dalam hidupnya agar segera dapat
dimuliakan oleh Tuhan. Mereka berusaha
memasrahkan diri mereka kepada Tuhan dengan merelakan hatinya untuk menerima
dan menjalankan ketentuannya. Manusia ini akan senantiasa membukakan
pikirannya agar dapat melaksanakan perubahan-perubahan dalam hidupnya dengan
memperbaiki kualitas diri. Pada
hakikatnya, perubahan adalah meninggalkan yang buruk. Tuhan akan memudahkan jalan kita selanjutnya, setelah kita berani
mengambil resiko dari tingkah laku kita yang berani memalingkan wajah kita dari
yang buruk. Manusia dalam tahapan ini mengalami proses-proses sulit dalam
hidupnya, sebab ia akan terus diuji / dihadapkan dengan hal-hal yang selalu
menyedihkan hatinya, jika hatinya terganggu dalam menjalani ujian tersebut maka
ia dapat jatuh kembali untuk mengerjakan keburukan. Oleh sebab itu, manusia diwajibkan untuk pasrah kepada takdir-Nya, agar
setiap yang diterimanya dapat mengikhlaskan hatinya untuk menjadi pribadi yang
lebih besar lagi. Iman manusia dapat naik tingkat jika telah lulus uji
terhadap berbagai hal yang tadinya menganggu hatinya tersebut, lalu selanjutnya
ia akan dimudahkan oleh Tuhan dalam menjalani kehidupannya sebagai orang yang pribadinya
baik. Bagaimana pribadi yang baik itu? Pribadi
yang baik adalah pribadi-pribadi yang senantiasa bersenang hati dalam
seburuk-buruknya perasaan. Ia akan
merespons setiap kejadian yang telah dialaminya dengan reaksi positif untuk
setia pada kebenaran yang telah ditetapkan Tuhannya. Pribadi yang setia
pada kebenaran akan segera membaikkan hatinya dari semua yang terjadi padanya
untuk segera pergi dan naik tingkat agar dapat segera mengurus kebaikan-kebaikan
orang lebih banyak lagi. Karena pada
dasarnya semua yang terjadi padanya bukanlah dirinya namun perintah untuk
membaikkan hatinya. Pribadi seperti
itu akan selalu dapat menerima kebaikan-kebaikan lain yang dapat lebih
membaikkan hatinya, seperti gelas yang telah berisi air bening namun tetap dibiarkan
membuka agar dapat menerima air yang dapat membuatnya semakin bening lagi.
Subkonsep: Pikiran dan Hati
Masih dalam
kajian sebelumnya, pribadi dalam tipe yang kedua akan lebih mendahulukan
pikiran daripada hatinya dalam menyikapi suatu hal, sehingga tidak akan mudah tersangkut
pada hal-hal yang menyenangkan hati namun sebenarnya mengalahkan pikirannya.
Contohnya, seorang remaja yang sedang dihadapkan pada 2 pilihan, bermain atau belajar.
Pastinya banyak remaja yang memilih
bermain karena dapat membuat hati senang, namun tidak untuk pribadi yang rela
mengalahkan hatinya untuk pikiran yang benar. Ia akan lebih mementingkan
belajar untuk menyegerakan kesuksesan dalam hidupnya. Ia lebih mendahulukan
pikirannya. Pribadi-pribadi seperti itu akan meninggalkan hal-hal yang tidak
berguna dalam mencapai kesuksesannya. Karena
hati yang baik akan menurut pada pikiran yang baik. Senang jika melakukan perbuatan yang oleh pikiran dianggap baik. Pribadi
yang baik jika melakukan hal yang buruk hatinya akan tersiksa, oleh karena itu
ia akan segera melakukan cara-cara pembersihan hatinya untuk dapat kembali
berjalan di atas kebenaran. Alangkah indah hidup pribadi-pribadi yang demikian,
yang memberanikan diri untuk hal-hal yang sudah ia ketahuinya benar tanpa
keraguan maupun ketakutan. Pribadi-pribadi
tersebut bagai gelas yang terbuka yang berisi air yang bening. Jika diisikan
air yang lebih bening lagi ia senantiasa akan menerimanya, namun jika diisi air
yang keruh ia akan tetap berwarna bening walau air keruh tersebut jumlahnya
sangat banyak sebab gelas tersebut sudah menentukan pilihannya untuk tetap
menjadi bening.
Konsep
Analogi Gelas
Pribadi-pribadi
yang baik akan selalu menyebarkan cinta dan kasihnya kepada orang banyak
walaupun berada pada seburuk-buruk perasaannya, karena ia tahu ada Zat yang
akan memuliakan hidupnya. Dalam menjalani kehidupannya, ia pun senantiasa berpikir,
"Tidak mungkin Tuhan akan menyedihkanku, tanpa rencana
pembahagiaanku". Sehingga ungkapan bahwa gelas yang berisi air kotor dapat
menjadi bersih adalah benar karena hidayah Penciptanya yang memutuskan untuk
memuliakan umat tersebut kembali. Namun ungkapan bahwa gelas yang berisi air
bening dapat menjadi kotor adalah kurang benar jika air dalam gelas tersebut
telah menentukan pilihan untuk menjadi selalu bening. Ya, seperti manusia yang
selalu mempunyai filter yang dapat menyaring baik buruknya hal yang diterimanya,
filter tersebut tidak lain adalah pikiran manusia. Ada juga gelas yang airnya
bening namun menjadi keruh lagi, sebab gelas tersebut tidak mencoba untuk mempertahankan
warnanya. Untuk itu, senantiasalah untuk
setia pada yang benar. Sebab, Tuhan memberikan hati kepada manusia untuk diolah
dengan baik, pikiran untuk dapat berpikir tentang yang benar, badan untuk
melakukan hal yang sudah diketahui benar, sehingga manusia dapat selamat. Jangan mudah terpengaruh oleh kondisi atau
lingkungan yang beranekaragam karena manusia mempunyai pikiran. Gelas yang
baik adalah gelas yang berwarna bening yang hanya bersedia untuk diisi oleh
warna yang sama saja. Untuk itu, jadilah pribadi yang mudah menerima kebaikan,
berbuat dengan mendahulukan pikiran, dan membaikkan hati pada segala kondisi
yang diterima. Memang sulit, namun jika
kita tidak melatih diri kita dengan kondisi seperti itu, hidup kita akan
menjadi semakin sulit karena nasihat yang baik akan berbuah yang baik juga. Setialah pada kebenaran seperti gelas
terbuka yang berisi air yang bening, yang meneduhkan banyak hal di sekitarnya
laksana manusia yang berhati besar.
(sahabat adalah sarana untuk membaikkan hati kita)
2 komentar:
waaah panjang bangeettttt :D baru saya baca setengah nih, nanti deh balik lagi, tapi tetap di catet koq, makasih ya
'xoxo'
iya mbak..hehe
mkasih mkasih..:D
Posting Komentar